65 Orang Anggota DPRD Riau 2014-2019 Harus Bertanggung Jawab - TARGET RIAU

Kamis, 28 Oktober 2021

65 Orang Anggota DPRD Riau 2014-2019 Harus Bertanggung Jawab


PEKANBARU - KPK RI dikabarkan sedang membuka kembali dugaan kasus dana "ketok" APBD Riau tahun 2014-2015. Ketua Presidium Pusat GAMARI, Larshen Yunus dorong KPK menyeret 62 orang lagi anggota DPRD Riau yang diduga terima suap. 28/10/2021.

Dorongan itu disampaikan oleh Yunus, ketika melihat kontruksi hukum dalam kasus suap APBD Riau itu persis sama dengan apa yang terjadi pada DPRD Sumbar, Jambi, dan Sumut, yaitu korupsi berjamaah, dengan kata lain, semua anggota DPRD Riau saat itu menerima uang suap sebagai pelicin APBD Riau tahun 2014 dan 2015.

,"Kalau konstruksi hukum kasus itu terkait ketok palu APBD Riau 2014 dan Rancangan APBD 2015, Maka Kami harap KPK berpedoman pada kasus yang terjadi di DPRD provinsi sumut, sumbar dan jambi. Anggota dewan periode 2014-2019 pada saat itu mesti dimasukkan ke dalam penjara," sebut Larshen di Pekanbaru.

Menurutnya, jika KPK benar-benar bekerja untuk penegakan hukum, jangan hanya sekedar tiga orang saja anggota DPRD provinsi riau yang diganjar, tetapi harus diperlakukan sama di mata hukum atau Equality Before the Law.

,"Ada 65 orang, kok hanya 3 orang yang masuk penjara, 62 orang lagi statusnya apa ? wong dalam pengesahan APBD itu sifatnya kolektif kolegial, segala sesuatu terkait keputusan, mesti diketahui dan disetujui bersama-sama. Namanya Saja Rapat Paripurna, pasti 65 orang anggota dewan itu turut serta", lanjutnya.

Yunus setelah menganalisa kasus tersebut juga menyampaikan, dalam hal ini, KPK juga diwajibkan untuk menyeret 62 Anggota DPRD Provinsi Riau periode 2014-2019 pada saat itu, apabila konstruksi kukumnya memang menjelaskan, bahwa Kasus yang telah mengorbankan 3 orang Anggota Dewan itu benar-benar terkait ketok palu pengesahan APBD Provinsi Riau tahun 2014 dan RAPBD 2015, maka tidak ada alasan lain bagi KPK untuk tidak menyeret sisanya, yakni 62 orang lagi.

"Kalau Konstruksi Hukumnya memang begitu, maka kami dari Presidium Pusat (PP) Gabungan Aksi Mahasiswa Alumni Riau (GAMARI) meminta-memohon dan mendesak, agar KPK segera menindaklanjuti temuan itu. Seret 62 Anggota Dewan lainnya, karena sudah terbukti jelas menjadi bahagian dari Pengesahan APBD" ungkap Aktivis Larshen Yunus.

Oleh karena itu, dari awal GAMARI menyarankan, bahwa hasil dari kegiatan Observasi dan Kajian Strategis yang dilakukan, Kasus tersebut lebih terkait dengan "Aliran Uang Haram" untuk Para Panitia Pembentukan Provinsi Riau Pesisir, yang dari awal sangat semangat dicanangkan oleh Gubernur Riau saat itu, H Annas Maamun.

"Coba telusuri lagi. KPK masih ada kesempatan untuk mengevaluasi keputusan terdahulu. Selagi masih ada niat untuk bekerja Profesional, maka belum tertutup peluang berubah. Kalau kasus itu terbukti dengan upaya Pelicin bagi para Panitia Pembentukan Provinsi Riau Pesisir, maka hanya HM Johar Firdaus selaku Ketua Panitia, Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah, masing-masing sebagai Sekretaris dan Bendahara Panitia yang Mempertanggung Jawabkan masalah tersebut" tutur Aktivis Jobolan Sospol Unri itu.

Terakhir, Yunus sapaan akrab Ketua GAMARI itu tambahkan, bahwa mudah untuk KPK menelusuri Aliran Uang Haram yang diberikan Suwarno bagian keuangan Pemprov Riau, dalam hal itu bertindak sebagai utusan Gubernur Riau, kepada HM Johar Firdaus, Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah.

Info A1 menjelaskan, bahwa Uang Haram tersebut diterima Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah, setelah itu diketahui HM Johar Firdaus. Berjalannya waktu ketiga orang itu intens bertemu, mulai di Hotel Raudah, Koffee Too dll. Uang haram yang diperkirakan sebanyak 800 Juta hingga 1,2 Milyar Rupiah itu kabarnya dibagikan keseluruh Anggota Dewan, dengan rincian 40 Juta sampai 150 Juta perorang.

"Tolong Kami wahai KPK. Apakah kalian benar-benar profesional? tolong jalankan putusan dari pengadilan itu. Masih banyak nama-nama anggota dewan pada saat itu yang diduga kuat terlibat menerima aliran uang haram. Ada nama H Zukri Misran, H Bagus Santoso S.Ag MP yang saat ini tanpa merasa bersalah mereka melenggang bebas menjadi kepala daerah," seru Yunus.

Mengakhiri sesion wawancaranya dengan awak media, Larshen Yunus kembali mengingatkan KPK RI, agar dalam penuntasan kasus dugaan suap APBD Riau tahun 2014-2015 tidak tebang pilih, tetapi harus menegakkan supremasi hukum, keadilan, dan manfaatnya bisa memberikan efek jera kepada yang lainnya.(***)



Sumber : aktualdetik.com

Bagikan berita ini

Disqus comments