Terungkap Istilah 'Hektare' dan List 21 Nama Penerima Uang Suap dari Annas Maamun - TARGET RIAU

Kamis, 30 Juni 2022

Terungkap Istilah 'Hektare' dan List 21 Nama Penerima Uang Suap dari Annas Maamun


Fakta baru terungkap dalam persidangan suap pembahasan APBD-P Riau 2014 dan RAPBD Riau 2015 dengan terdakwa mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (29/6/2022).

Ada 21 list nama anggota DPRD yang menerima uang dengan jumlah bervariasi antara Rp40 juta hingga Rp125 juta. Ikut terungkap pula kode pemberian uang dari Annas Maamun kepada sejumlah anggota DPRD Riau menggunakan istilah hektare dan lahan

Hal itu terungkap dari keterangan Riki Hariansyah, mantan anggota DPRD Riau periode 2009-2014 sekaligus anggota Badan Anggaran (Banggar). Menurut Riki, dirinya yang membuat llist atau daftar nama siapa saja yang akan menerima uang dari Annas Maamun.

List nama itu dibuatnya atas permintaan Ahmad Kirjuhari yang mengaku telah menerima uang Rp900 juta dari Annas Maamun. Uang itu untuk anggota DPRD Riau agar mempercepat pembahasan dan pengesahan APBD-P 2014 serta APBD 2015.

Riki memberikan keterangan di hadapan majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan. Bersama Riki, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin Yoga Pratomo juga menghadirkan mantan anggota DPRD Riau, Gumpita selaku anggota DPRD dari Fraksi Golkar dan Solihin Dahlan, anggota Komisi C.

Riki menjelaskan, ada pembahasan RAPBD-P 2014 di Ruang Medium. Ditemukan kendala, di antaranya Banggar DPRD Riau pertanyakan pada TAPD tentang rendahnya penyerapan APBD yang baru mencapai 12 persen.

Pembahasan saat itu sempat deadlok. Ketua DPRD Johar Firdaus kemudian membuat tim penghubung antara TAPD dengan gubernur untuk memecah kebuntuan. Tim beranggotakan antara lain, Riki, Toni, Koko Iskandar, Zukri dan Suparman.

Adapun fungsi tim ini, agar pembahasan tidak terlalu alot, singkat dan aspirasi anggota DPRD ke gubernur, tentang kegiatan dana aspirasi dan kendaraan dinas diakomodir. Suparman yang diutus karena saat itu dia dekat dengan gubernur dan diproyeksikan menjadi Ketua DPRD Riau periode selanjutnya.

Johar Firdaus menggeser rapat ke ruang komisi. Di sana, ia menyampaikan akan ada pinjam pakai mobil dinas. Beberapa saat kemudian, Suparman menyampaikan kalau dia akan bertemu dengan Annas Maamun.

Suparman, kata Riki, sempat menghilang beberapa waktu, sampai akhirnya dia kembali ke ruang Komisi A. Kemudian Suparman mengajak Riki bertemu Johar Firdaus di ruangannya.

Di sana, Suparman menyampaikan kalau Annas Maamun akan membantu Rp50 juga sampai Rp60 juta kepada orang tertentu di DPRD Riau Istilahnya ada 50-60 hektare.

Hal ini disampaikan di ruang Ketua DPRD. Saat itu juga Zukri Misran dan Johar Firdaus. Mendengar hal itu, Johar Firdaus menyampaikan kalau hal itu akan disampaikan kepada anggota DPRD Riau lainnya.

"Itu disampaikan kepada Anda (Riki) atau Suparman?' tanya JPU.

Menurut Riki hal itu disampaikan langsung oleh Johar Firdaus kepada Suparman.

Sampai akhirnya pada 8 Agustus 2014, ada rapat di Hotel Rauda. Di sana, Johar Firdaus mendekati Riki dan menyampaikan kalau dirinya menemui Ahmad Kirjuhari. "Nanti jumpa Kir ya, dinikmati saja," kata Riki mengulangi ucapan Johar Firdaus.

Setelah itu, Riki dan Kirjuhari diminta datang ke Lick Latte dan Restoran di Jalan Arifin Ahmad. Keduanya sempat menghubungi Johar Firdaus tapi tidak aktif. Akhirnya mereka memutuskan singgah dahulu ke Mpek-mpek Palembang di Jalan Sumatera.

Di sana Kirjuhari menyampaikan kalau ada titipan uang Rp900 juta dari Annas Maamun. Uang itu akan dibagikan untuk anggota DPRD Riau. "Di range jumlahnya 20 sampai 25 juta," kata Riki.

"Disebutkan sumbernya dari mana," kata JPU.

Riki menyatakan berdasarkan keterangan Kirjauhari uang tersebut bersumber dari
Annas Maamun.

"Tujuannya untuk apa? tanya JPU lagi. "Untuk mempercepat pembahasan APBD-P 2014 dan RAPBD 2015," jawan Riki.

Mengetahui adanya uang Rp900 juta, akhirnya Riki membuat list nama, siapa saja yang akan menerima uang tersebut. "Siapa orang-orangnya dan nominalnya ditentukan oleh Kirjuhari," ucap Riki.

Dalam list tersebut diketahui kalau Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus memperoleh Rp 125 juta, Wakil Ketua Rusli Ahmad Rp40 juta, Wakil Ketua Noviwaldi Rp40 juta, Wakil Ketua Hasmi Setiadi Rp40 juta.

Selanjutnya Ketua Komisi A Ilyas Labai Rp40 juta, Ketua Komisi B Zukri (PDIP) Rp40 juta, Ketua komisi C Azis Zainal Rp40 juta, Ketua Komisi D Bagus Santoso Rp40 juta, Ketua Fraksi Golkar Iwa Sirwani 40 juta.

Ketua Fraksi Demokrat Koko Iskandar Rp40 juta, Ketua Fraksi PDIP Robin P Hutagalung Rp40 juta, Ketua Fraksi PKS Mansur Rp40 juta, Ketua Fraksi PPP Rusli Efendi Abdul Hamid Rp40 juta, Ketua Fraksi Gabungan Abdul Wahid Rp40 juta, Ketua Fraksi PAN Ramli Sanur Rp40 juta.

Wakil Ketua Komisi B Nurzaman Rp40 juta Gerindra, Anggota Komisi C Mahdinur (PKS) Rp30 juta, Anggota Komisi D Edi Yatim (Demokrat) Rp30 juta, Sekretaris A Syamsudin Saad (Demokrat) Rp30 juta, Anggota Komisi C Solihin Dahlan Rp30 juta, dan saksi Riki Hariansyah Rp50 juta.

Ketika selesai membuat list nama, Riki dan Kirjauhari ditelepon oleh Johar Firdaus agar segera datang ke Lick Latte dan Restoran karena dirinya telah sampai di sana. "Setelah di sana, ditunjukkan list 21 nama," ucap Riki.

Melihat list tersebut, Johar Firdaus agak keberatan. "Dia meminta Rp150 juta," ungkap Riki.

Akhirnya JPU membacakan BAP. Di BAP disebutkan kalau Johar Firdaus meminta Rp200 juta. "Iya, Rp200 juta," tutur Riki membenarkan.

Akhirnya diputuskan kalau ada nama di-list yang harus dihapus. "Salah satunya untuk Toni Hidayat, harusnya (diberi Rp30 juta), tapi akhirnya digeser ke Johar Firdaus. Jadi Johar menerima Rp155 juta," jelas Riki.

Dengan adanya kesepakatan, Kirjuhari menyerahkan dua kantong plastik kepada Riki. Satu untuk Johar Firdaus dan satunya lagi untuk Riki. Uang itu diantarkan Riki ke rumah Johar Firdaus. "Uang dibawa dalam kantong plastik hitam, sempat dihitung (oleh Johar Firdaus)," ucap Riki.

Johar Firdaus sempat mempertanyakan kenapa jatah untuk dirinya kurang Rp5 juta dari yang disepakati Rp155 juta. "Saya suruh Johar Firdaus konfirmasi langsung ke Kirjuhari," sebut Riki.

Kirjuhari juga menitip uang kepada Riki agar diserahkan ke Gempita sebesar Rp20 juta dan Ilyas Labay Rp10. Uang itu diserahkan Riki esok harinya ke Gumpita bersamaan dengan penyerahan dokumen tentang rencana pemekaran Riau Pesisir.

JPU juga mempertanyakan kenapa uang untuk Riki Rp50 juta, lebih besar daripada anggota DPRD lainnya. "Apa istimewanya," selidiki JPU.

Menurut Riki, mungkin dirinya diberi lebih besar karena ditugaskan mengantar uang untuk Johar Firdaus. "Mungkin saya ada beban antar ke Johar Firdaus," kata Riki.

Sementara kepada Gumpita dan Solihin Dahlan, JPU KPK mempertanyakan uang yang diterimanya. Baik Riki Hariansyah, Gumpita dan Solihin Dahlan, sudah mengembalikan uang tersebut kepada KPK.

Atas keterangan itu, Annas Maamun menyebut, kalau pembahasan dan pengesahan APBD-P 2014 dan APBD 2015 sudah sesuai prosedur. Ia juga membantah menjanjikan 50 sampai 60 hektare.

"Saya tidak tahu itu. Saya tidak ada menjanjikan. Tanah dari mana saya dapat," tegas politisi gaek itu yang mengikuti persidangan dari Rutan Kelas I Pekanbaru.

Sebelumnya, JPU KPK dalam dakwaannya membeberkan pemberian hadiah atau janji dilakukan Annas Maamun sebagai Gubernur Riau periode 2009-2014 bersama Wan Amir Firdaus selaku Asisten II Ekonomi Pembangunan Setda Provinsi Riau.

Uang yang dijanjikan untuk anggota DPRD Riau dalam pembahasan RAPBD 2014 dan RAPBD 2015 sebesar Rp1.010.000.000. "Juga dijanjikan fasilitas pinjam pakai kendaraan yang nantinya bisa dimiliki anggota DPRD Provinsi Riau," ungkap JPU.

Janji tersebut diberikan kepada Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau periode 2009 - 2014, Suparman, Ahmad Kirjuhari, Riky Hariansyah, Gumpita, dan Solihin Dahlan selaku anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 sampai dengan 2014.

Pemberian itu dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut mengesahkan RAPBD-P 2014 menjadi APBD 2014 dan RAPBD-P 2015 menjadi APBD 2015 sebelum diganti oleh anggota DPRD Riau hasil Pemilu Legislatif 2014.

JPU mendakwa Annas Maamun dengan dakwaan Pertama Pasal 5 ayat (1) dan (2) atau Kedua: Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (***)



Sumber : cakaplah.com

Bagikan berita ini

Disqus comments