Pekanbaru - Acara Kegiatan Festival Akbar Pemberdayaan Perempuan yang dilaksanakan 23 sd 25 Agustus 2024 di Kota Pekanbaru yang menghadirkan artis ibu kota, menelan biaya anggaran APBD Provinsi Riau sebesar 15 Milyar mendapat sorotan LSM Anti Korupsi dan awak media.
Soni,S.H.,M.H.,C.Md.,C.CA Ketua Umum LSM Anti Korupsi kepada awak media mengatakan bahwa pelaksanaan Kegiatan Festival Akbar Pemberdayaan Perempuan pada tanggal 23 sd 25 Agustus 2024 telah melanggar aturan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) sementara Anggaran kegiatan tersebut dianggarkan dalam perubahan anggaran APBDP 2024 ini untuk pembayaranya.
“Benar anggaran Belanja Kegiatan Festival Akbar Pemberdayaan Perempuan Indonesia dengan tema Rencana Cita Srikandi terkesan dipaksakan dilaksanakan mendahului anggaran, dimana pelaksanaanya di tanggal 23 sd 25 Agustus 2024 sementara Anggaran kegiatan tersebut dianggarkan dalam perubahan anggaran APBDP 2024,”ucap soni.
Karena APBD Perubahan Pendapat Akhir dan sekaligus Persetujuan Bersama APBDP itu pada tanggal 5 September 2024 sementara acara festival dilaksanakan pada tanggal 23 sd 25 Agustus 2024.
“Malah sampai saat ini APBDP Provinsi Riau masih tahap evaluasi dari kementerian dalam negeri belum ada Perda APBD P atau belum ditetapakan sebagai APBD P 2024, sesuai aturan perundang undangan kegiatan tersebut belum dapat dilaksanakan karena belum ada DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) dan belum ada Perda APBD Perubahan, jelas ini salah dalam pelaksanaanya,”terang soni
Sudah jelas dalam Pelaksanaan Kegiatan ini melanggar Permendagri 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah pada bab V Pelaksanaan dan Penatausahaan point 6 sebagaimana psl 120 sd psl 125 PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menyatakan “Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia”.
Pelaksanaan kegiatan dan belanja yang dapat mendahului penetapan APBD adalah berupa belanja wajib dan belanja mengikat, sedangkan kegiatan yang dapat mendahului APBD adalah kegiatan untuk penangan kebutuhan darurat dan kegiatan kebutuhan mendesak saja.
Pelaksanaan Anggaran yang belum ada DPA sebagaimana diatur perundang-undangan, belum dapat dilaksanakan. Pelaksana belanja yang belum ada DPA dapat berdampak pidana dan ini merupakan perbuatan melawan hukum jika dilakukan,”ungkap soni
Dimana menurut UU Belanja daerah tidak boleh dilakukan sebelum ada DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran).
DPA merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran dan penandatanganan kontrak baru bisa dilakukan setelah DPA disahkan.
Sampai dengan terbitnya berita ini belum ada pihak Pemerintah Provinsi Riau yang dapat dihubungi awak media, karena saat awak media coba menghubungi Pak Herman bagian biro umum Provinsi Riau belum ada jawaban darinya dan malah no hp awak media di blokir saat konfirmasi melalui pesan whatsApp.
Begitu juga dengan kepala BPKAD Provinsi Riau pak Indra juga masih memilih bungkam saat awak media coba konfirmasi kepadanya.
Melalui pemberitaan ini awak media LSM Anti Korupsi memberikan laporan informasi kepada APH (Aparat Penegak Hukum) baik Dir Krimsus Polda Riau dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Riau untuk dapat melakukan pulbaket terkait permasalahan ini untuk segera ditindak lanjuti sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku,”tutup soni. (***)