DPRD Kepulauan Meranti Cari Titik Tengah Polikek Larangan Sawit - TARGET RIAU

Kamis, 08 Mei 2025

DPRD Kepulauan Meranti Cari Titik Tengah Polikek Larangan Sawit


MERANTI - Dprd Kepulauan Meranti bergerak cepat. Mereka mengundang Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Dinas PUPR untuk duduk bersama dalam sebuah hearing. Ketua DPRD Khalid Ali memimpin rapat, didampingi Wakil Ketua Antoni Shidarta. Hadir pula Ketua Komisi II, Syafi’i Hasan, Wakil Ketua Komisi Mulyono, serta anggota lainnya seperti Atan Ismail, Sopandi, Lianita Muharni, Al Amin, dan Suji Hartono.

Meranti. Jejak Keadilan.Com.Di awal rapat, Antoni Shidarta langsung meminta klarifikasi. “Kami perlu mendengar langsung penjelasan terkait surat edaran larangan penanaman sawit ini, karena sudah menjadi polemik di masyarakat,” ucapnya serius.

Kepala Dinas Pertanian pun mulai memaparkan. Bahwa larangan itu berlandaskan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), khususnya pasal 62 ayat 3 huruf c, yang menyebutkan larangan penanaman komoditas kelapa sawit di wilayah Kepulauan Meranti. “Ini untuk menjaga kelestarian ekosistem lahan gambut kita,” katanya.

Namun, bagi anggota dewan, kejanggalan muncul. Mereka mempertanyakan mengapa surat edaran itu dikeluarkan tanpa ada koordinasi terlebih dahulu dengan DPRD. 

“Kami merasa tidak dilibatkan. Padahal ini menyangkut hajat hidup masyarakat banyak,” ungkap Syafi’i Hasan.

Diskusi pun memanas. Sebagian anggota dewan menyoroti bagaimana surat edaran ini berpotensi memicu keresahan, terutama bagi petani kecil yang sudah terlanjur menanam sawit.

Sementara sebagian lainnya memahami kekhawatiran pemerintah terkait keberlanjutan lingkungan.

Akhirnya, setelah melewati pembahasan panjang, tercapai sebuah kesepakatan. 

DPRD bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Dinas PUPR sepakat untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dengan mengkaji ulang Perda RTRW, khususnya pasal larangan sawit tersebut.

“Revisi perda adalah jalan tengah. Kita ingin melindungi lingkungan, tapi juga tidak boleh mengabaikan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik,” tutur Antoni Shidarta. 

Langkah ini membuka harapan baru. Bahwa suara masyarakat tetap didengar, sekaligus pemerintah tetap menjaga komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. 

Di balik polemik larangan sawit, ada ruang dialog yang akhirnya menjadi jembatan antara kepentingan ekologis dan ekonomi.(Humas Sekwan)

Bagikan berita ini

Disqus comments