BENGKALIS - Pawai malam takbir Iduladha yang semestinya menjadi momen sakral penuh suka cita berubah menjadi malam penuh kekecewaan dan kemarahan. Kamis malam, 5 Juni 2025, ribuan warga yang tumpah ruah di jalanan Bengkalis untuk mengikuti tradisi tahunan ini justru disambut kegelapan total. Sepanjang rute pawai, tak satu pun lampu jalan menyala. Gelap gulita menyelimuti kota.
Kondisi ini langsung memantik reaksi keras masyarakat. Banyak yang menyebut pawai malam takbir tersebut “berjalan di lorong kematian” akibat nihilnya penerangan jalan umum (PJU). Sorotan pun mengarah tajam ke Dinas Perhubungan Kabupaten Bengkalis, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas fungsi vital penerangan jalan.
Kami jalan seperti di kuburan. Tak ada satu pun lampu hidup. Ini bukan malam biasa, ini malam besar bagi umat Islam,” tegas Zulkifli, warga Jalan Antara. Ia menuding Dishub gagal total menjalankan fungsinya, dan menilai peristiwa ini sebagai bukti abainya pemerintah daerah terhadap hal yang paling mendasar.
Padahal, pelaksanaan pawai ini sudah diumumkan secara terbuka sejak jauh-jauh hari. Antusiasme masyarakat pun tinggi. Tapi ironisnya, ketika momen puncak tiba, pihak terkait justru absen dalam pelayanan elementer: pencahayaan jalan.
Kalau Dishub tidak tahu soal pawai, itu fatal. Tapi kalau tahu dan tetap diam, itu kriminal administratif! Ini pembiaran terang-terangan,” geram Musliadi, tokoh masyarakat Kecamatan Bantan.
Ia menilai kondisi ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi bentuk kelalaian struktural dalam tata kelola pelayanan publik. Bahkan menurutnya, ini telah masuk ke wilayah pelanggaran terhadap hak dasar warga.
Ketentuan hukum pun jelas. UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa penerangan jalan merupakan urusan wajib pelayanan dasar. Sementara Permendagri No. 27 Tahun 2021 mewajibkan anggaran PJU dimasukkan dalam belanja infrastruktur dasar. Ini artinya, tidak ada alasan logis maupun legal atas padamnya seluruh jalur pawai saat malam besar umat Islam.
PJU itu bukan bonus dari negara. Itu hak warga. Ketika hak ini dilanggar, apalagi di malam keagamaan, maka ini bukan lagi soal kelalaian teknis, tapi pengkhianatan terhadap pelayanan publik,” tegas Dedi Rinaldi, praktisi hukum Bengkalis.
Desakan agar Kepala Dinas Perhubungan Bengkalis dievaluasi bahkan dicopot dari jabatannya kini menggema di media sosial dan forum warga. Mereka menilai peristiwa ini bukan insiden kecil, melainkan sinyal alarm atas buruknya sistem pelayanan dasar daerah.
Kalau malam takbir saja tidak bisa diurus, bagaimana dengan keselamatan lalu lintas harian? Ini bukan hanya soal lampu, ini soal wibawa daerah!” kata Nurhasanah, warga Kelapapati, dengan nada kesal.(Syopian)